Di era Presiden Soeharto dengan programnya tranmigrasi, banyaklah orang-orang dari Jawa yang ditranmigrasikan ke seluruh Indonesia
![]() |
Bubur Pedas |
Kebiasaan orang-orang Sambas, biasanya jika mereka ngumpul-ngumpul suka
bikin (buat) acara. Biasanya mereka suka membuat bubur pedas. Masing-masing
dari mereka membawa sayur mayurnya, bahkan mereka sudah patongan (berisan), sedikit sorang (dibagi rata). Ada
yang bawa midding (pakis), ada yang bawa kangkung, ada yang bawa kemilek
(ketela rambat), dan lain-lainnya.
Mereka bekerja tidak kenal lelah, begitu juga masyarakat yang datang
baru. Mereka ikut bekerja sambil memperhatikan apa yang akan terjadi. Setelah
semuanya selesai dan sudah dihidangkan. Dipanggillah tamu-tamu dari jauh
tersebut. Sebut saja nama Domi (bukan nama sebenarnya red), ia kemudian duduk
bersila menghadapi makanan tersebut yang selama ini tidak pernah dilihatnya.
Domi termenung, ia bengong… ia berbisik pada teman disebelahnya “ini bubur
pedas apa muntahan kucing?” ucap
Domi. Temannya tersenyum, Domi dengan tidak mengurangi rasa hormat orang Melayu
menolak makanan bubur pedas itu. Domi merasa jijik karena bubur pedas itu
menurutnya seperti “muntahan kucing”.
Seiring dengan waktu, setiap
acara orang-orang Sambas selalu membuat bubur pedas. Domi yang selalu bergaul
dengan orang Melayu mulai berani untuk mencicipi walau sedikit atas desakan
teman-temannya. Pertama sekali ia ragu, baru saja dicicipinya ia muntah...
karena ia merasa jijik dan ingat dengan “muntahan kucing”.
Beberapa bulan kemudian ada
orang memberi Domi bubur pedas, akan tetapi ia tidak ada di rumah. Sedangkan
waktu itu rumahnya tidak dikunci, orang tersebut menaruh bubur pedas itu di
atas meja makannya. Domi datang dari kerja dan perutnya lapar sekali. Ia
bergegas naik dan dilihatnya ada “sesuatu” di atas meja. Kemudian dengan
lahapnya ia memakan bubur pedas itu hingga habis, tiada lagi yang tersisa
bahkan Domi menghirup habis air di mangkok bubur pedas tersebut.
Setelah makan bubur pedas,
Domi main ke rumah temannya. Temannya bilang kepada Domi.
“Uddah kau makan ke bubbor
paddasmu e, bagaimane rasenye, nyaman ke...?”
“Sudah kamu makan ka bubur
pedasmu tu, bagaimana rasanya, enak ka...?”
“Da-an e, mane ade...!”.
“Tidak tu, mana ada...!”.
“Adeee, ade tadek kutaruh
diatas mejemu e”.
“Adaaa, ada tadi kutaruh
duatas mejamu tu”.
“iye ke...?!”,
“Itu ka...?!”,
“Iye di we, ape uddek...?”.
“Itu lah, lalu apa...?”
“Ternyate bubbor paddas nyaman
i... maseh ade ke...?”
“Ternyata bubur pedas enak
ya... masih ada ka...?”
Sejak dari itu “muntahan
kucing” menjadi menu utama bagi si Domi di Kabupaten Sambas, akhirnya iapun
kawin dengan gadis Sambas dan menetap di Sambas hingga sekarang.
Post A Comment:
0 comments so far,add yours